Jangan risaukan pendapat dari mereka yang mengharuskan kerja Cerdas (Smart ) dari pada Kerja Keras !
Karena jika menurut mereka kita harus bekerja cerdas ( Smart ), tetapi mereka tidak bekerja keras, maka mereka tidak telalu cerdas.
sesunggu nya cerdas pertama dalam bekerja adalah kerja keras ,karena mereka yang sudah menemukan konsep bekerja cerdas, masih harus bekerja keras - jika mereka masih ingin disebut cerdas.
Setelah bekerja keras, barulah menjadi masuk akal - apa pun yang kita pikirkan sebagai cara pemaksimalan hasil, yang kita sebut dengan kerja cerdas tersebut.
Aplikasi Kerja Cerdas
Sebagai bangsa yang agamis sekaligus kaya budaya leluhur, sebenarnya seruan kerja cerdas ini bukanlah barang baru.
Tetapi persoalannya lagi - lagi berupa tools yang tidak di-update. Selain disampaikan dengan "bahasa langit" yang
seringkali menafikan proses pemahaman secara ilmiah dan alamiah pun juga tidak dilakukan elaborasi kontekstual.
Akibatnya pemahaman tentang ajaran agama dan budaya hanya bekerja pada persoalan yang bersifat minoritas dalam
kehidupan nyata. Sebelum Pareto mengumumkan hasil penelitiannya dengan formula 80/20, kita sudah diajarkan
menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan mubazir atau yang tidak perlu. Sayangnya, ajaran mubazir yang kita pahami
hanya sebatas kalau kita membuang makanan yang tersisa. Amat jarang kita berpikir mubazir secara profesi, ekonomi,
atau strategi.
Untuk menjauhkan diri dari tindakan yang mubazir dalam kaitan dengan realisasi kerja cerdas harus dimulai dari
langkah-langkah berikut:
1. Fokus pada skala pengembangan
Jika anda yakin bahwa diri anda memiliki keunggulan atau bakat alamiah, disamping memiliki kelemahan yang
diakibatkan oleh faktor heriditas atau lingkungan, maka yang benar-benar anda butuhkan adalah hidup dengan
keunggulan tersebut secara cerdas (living with the advantage competitive factors). Hanya jika anda menemukan strategi
hidup dengan keunggulan, maka anda akan keluar dari batas rata-rata prestasi lingkungan. Sebelum itu, paling maksimal
yang bisa anda capai adalah kualitas hidup seperti orang lain atau seperti yang diraih oleh sepuluh orang yang anda
kenal paling dekat. Lalu ke mana keunggulan tersebut diarahkan? Jelas, keunggulan itu harus diarahkan untuk
mengoptimalkan apa yang disebut dalam rumusan Pareto dengan 20% of determining factors (factor penentu). Oleh
karena itu, temukan apa saja yang menjadi faktor penentu keberhasilan anda dari sekian daftar kegiatan yang anda
lakukan dalam hidup. Tinggalkan hal-hal yang tidak perlu dan fgokuskan hanya pada hal-hal yang berpotensi untuk
pengembangan diri.
2. Berani Berkorban
Di dalam dunia yang sebesar ini terdapat sekian banyak "persoalan kecil" yang kalau anda tidak berani berkorban untuk
memaafkannya bisa jadi persoalan itu akan mendominasi muatan pikiran anda yang akhirnya bisa membuat anda
melupakan sisi keunggulan, cita-cita, fokus pengembangan diri, dan lain-lain. Contoh yang paling sederhana dan sering
terjadi di depan mata kita adalah ketika sedang di jalan raya. Di luar dari persoalan tabrakan serius, terkadang hanya
karena mobilnya tersenggol sedikit saja orang rela membuang banyak waktu dan kebahagiannya pergi ke kantor. Bahkan
bisa berkembang ke arah baku hantam. Padahal kalau dimaafkan (mau berkorban sedikit dengan kehilangan uang
beberapa ratus ribu saja untuk memperbaiki mobil yang lecet), maka semua urusan selesai.
Auditlah pikiran anda, persoalan apa saja yang kalau anda memaafkannya tidak akan merugikan anda secara misi atau
visi dan tidak mengganti isi pikiran anda dengan muatan negatif. Untuk mengetahui apakah persoalan yang sedang anda
hadapi tidak akan merugikan anda , gunakan standard audit berikut:
Apa saja yang menurut anda menjadi prioritas utama dalam kehidupan
Apa saja yang menurut anda didefinisikan sebagai persoalan penting dan tidak penting
Apa saja yang menurut anda didefinisikan sebagai persoalan darurat dan tidak darurat yang bisa jadi tidak penting dan
tidak prioritas
Apa saja yang menurut anda didefinisikan sebagai persoalan "sampah" - tidak penting, tidak mendesak dan bukan
prioritas utama. Namun dalam hal ini anda perlu menyeleksi secara ketat dan hati-hati, sebab bahayanya kalau anda
secara mudah memasukan persoalan ke tong sampah ini maka anda bisa terjebak untuk meninggalkan misi atau fokus
hidup hanya karena alasan mempertahankan posisi atau kondisi yang ada. Jika anda terjebak maka akhirnya rumus yang
terjadi bukanlah 80/20 tetapi sebaliknya.
3. Membuat Sekat Pembatas
Pada akhirnya anda harus menentukan batasan-batasan tentang apa yang ingin dicapai, bagaimana mencapainya, apa
modal yang dimiliki, dan akan kemana anda mengarahkan hidup anda. Dalam proses inilah terjadi seleksi dan
pengecualian. Dari sekian luas dunia dan isinya, apa saja yang telah anda seleksi menjadi hal yang benar-benar anda
inginkan sesuai format pondasi personal anda seperti: kiblat hidup, cita-cita, tujuan, target dan tindakan.
Semakin jelas anda memiliki format seleksi dan pengecualian, fokus pada pengembangan diri diiringi keberanian
berkorban dengan memahami, mengakui, membuang sesuatu yang tidak dibutuhkan dalam diri anda, maka akan
semakin jelas wilayah dunia yang menjadi "hak" anda sehingga semakin tersimpulkan apa yang menjadi determining
factors to success itu. Artinya faktor penentu semakin sedikit dan semakin sederhana dan biasanya yang sederhana itu
justru akan bisa bekerja optimal. Sementara yang cenderung pelik, ruwet dan kompleks biasanya mandul. Semoga
berguna.
Sebagai bangsa yang agamis sekaligus kaya budaya leluhur, sebenarnya seruan kerja cerdas ini bukanlah barang baru.
Tetapi persoalannya lagi - lagi berupa tools yang tidak di-update. Selain disampaikan dengan "bahasa langit" yang
seringkali menafikan proses pemahaman secara ilmiah dan alamiah pun juga tidak dilakukan elaborasi kontekstual.
Akibatnya pemahaman tentang ajaran agama dan budaya hanya bekerja pada persoalan yang bersifat minoritas dalam
kehidupan nyata. Sebelum Pareto mengumumkan hasil penelitiannya dengan formula 80/20, kita sudah diajarkan
menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan mubazir atau yang tidak perlu. Sayangnya, ajaran mubazir yang kita pahami
hanya sebatas kalau kita membuang makanan yang tersisa. Amat jarang kita berpikir mubazir secara profesi, ekonomi,
atau strategi.
Untuk menjauhkan diri dari tindakan yang mubazir dalam kaitan dengan realisasi kerja cerdas harus dimulai dari
langkah-langkah berikut:
1. Fokus pada skala pengembangan
Jika anda yakin bahwa diri anda memiliki keunggulan atau bakat alamiah, disamping memiliki kelemahan yang
diakibatkan oleh faktor heriditas atau lingkungan, maka yang benar-benar anda butuhkan adalah hidup dengan
keunggulan tersebut secara cerdas (living with the advantage competitive factors). Hanya jika anda menemukan strategi
hidup dengan keunggulan, maka anda akan keluar dari batas rata-rata prestasi lingkungan. Sebelum itu, paling maksimal
yang bisa anda capai adalah kualitas hidup seperti orang lain atau seperti yang diraih oleh sepuluh orang yang anda
kenal paling dekat. Lalu ke mana keunggulan tersebut diarahkan? Jelas, keunggulan itu harus diarahkan untuk
mengoptimalkan apa yang disebut dalam rumusan Pareto dengan 20% of determining factors (factor penentu). Oleh
karena itu, temukan apa saja yang menjadi faktor penentu keberhasilan anda dari sekian daftar kegiatan yang anda
lakukan dalam hidup. Tinggalkan hal-hal yang tidak perlu dan fgokuskan hanya pada hal-hal yang berpotensi untuk
pengembangan diri.
2. Berani Berkorban
Di dalam dunia yang sebesar ini terdapat sekian banyak "persoalan kecil" yang kalau anda tidak berani berkorban untuk
memaafkannya bisa jadi persoalan itu akan mendominasi muatan pikiran anda yang akhirnya bisa membuat anda
melupakan sisi keunggulan, cita-cita, fokus pengembangan diri, dan lain-lain. Contoh yang paling sederhana dan sering
terjadi di depan mata kita adalah ketika sedang di jalan raya. Di luar dari persoalan tabrakan serius, terkadang hanya
karena mobilnya tersenggol sedikit saja orang rela membuang banyak waktu dan kebahagiannya pergi ke kantor. Bahkan
bisa berkembang ke arah baku hantam. Padahal kalau dimaafkan (mau berkorban sedikit dengan kehilangan uang
beberapa ratus ribu saja untuk memperbaiki mobil yang lecet), maka semua urusan selesai.
Auditlah pikiran anda, persoalan apa saja yang kalau anda memaafkannya tidak akan merugikan anda secara misi atau
visi dan tidak mengganti isi pikiran anda dengan muatan negatif. Untuk mengetahui apakah persoalan yang sedang anda
hadapi tidak akan merugikan anda , gunakan standard audit berikut:
Apa saja yang menurut anda menjadi prioritas utama dalam kehidupan
Apa saja yang menurut anda didefinisikan sebagai persoalan penting dan tidak penting
Apa saja yang menurut anda didefinisikan sebagai persoalan darurat dan tidak darurat yang bisa jadi tidak penting dan
tidak prioritas
Apa saja yang menurut anda didefinisikan sebagai persoalan "sampah" - tidak penting, tidak mendesak dan bukan
prioritas utama. Namun dalam hal ini anda perlu menyeleksi secara ketat dan hati-hati, sebab bahayanya kalau anda
secara mudah memasukan persoalan ke tong sampah ini maka anda bisa terjebak untuk meninggalkan misi atau fokus
hidup hanya karena alasan mempertahankan posisi atau kondisi yang ada. Jika anda terjebak maka akhirnya rumus yang
terjadi bukanlah 80/20 tetapi sebaliknya.
3. Membuat Sekat Pembatas
Pada akhirnya anda harus menentukan batasan-batasan tentang apa yang ingin dicapai, bagaimana mencapainya, apa
modal yang dimiliki, dan akan kemana anda mengarahkan hidup anda. Dalam proses inilah terjadi seleksi dan
pengecualian. Dari sekian luas dunia dan isinya, apa saja yang telah anda seleksi menjadi hal yang benar-benar anda
inginkan sesuai format pondasi personal anda seperti: kiblat hidup, cita-cita, tujuan, target dan tindakan.
Semakin jelas anda memiliki format seleksi dan pengecualian, fokus pada pengembangan diri diiringi keberanian
berkorban dengan memahami, mengakui, membuang sesuatu yang tidak dibutuhkan dalam diri anda, maka akan
semakin jelas wilayah dunia yang menjadi "hak" anda sehingga semakin tersimpulkan apa yang menjadi determining
factors to success itu. Artinya faktor penentu semakin sedikit dan semakin sederhana dan biasanya yang sederhana itu
justru akan bisa bekerja optimal. Sementara yang cenderung pelik, ruwet dan kompleks biasanya mandul. Semoga
berguna.
0 comments:
Post a Comment